JATENGONLINE, SOLO – Memasuki tahun2025, kondisi perekonomian global menghadapi berbagai tantangan dan krisis yang saling berkaitan atau PolyCrisis. Hampir semua kawasan didunia tidak terbebas dari ketegangan dan konflik, dengan rivalitas geopolitik yang semakin memanas dan berpotensi berkembang menjadi konflik terbuka.
Hal ini meningkatkan ketidakpastian global yang berdampak langsung terhadap stabilitas ekonomi nasional, yang pada akhirnya juga berpengaruh terhadap perekonomian daerah.
Dalam konteks nasional, kebijakan terbaru yang dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Inpres No.1 Tahun 2025 mengenai efisiensi anggaran belanja negara sebesar Rp306 Triliun (tahappertama) menjadi perhatian utama. Sedangkan untuk tahap kedua diperkirakan mencapai Rp350 Triliun (secara total ditargetkan Rp750 Triliun).
“Hal tersebut menimbulkan berbagai kekhawatiran dikalangan dunia usaha, pendidikan, dan masyarakat sipil, karena banyak yang menafsirkan kebijakan ini sebagai peniadaan berbagai program pemerintah atau pengurangan belanja negara (belanja modal, belanja barang, dan belanja pegawai), yang berdampak langsung terhadap ekonomi secara luas.” papar Ferry Septia Indrianto (FSI), Ketum Kadin Solo dalam Muskota.
Padahal, menurut FSI, esensi dari kebijakan ini adalah untuk memastikan bahwa setiap anggaran yang dibelanjakan oleh pemerintah bertujuan utama untuk pertumbuhan ekonomi, bukan hanya sebatas program kegiatan. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk mengoptimalkan keterlibatan sektor swasta(sumber daya lokal) sebagai aktor utama dalam pembangunan ekonomi nasional.
Jika dirumuskan, indikator dan faktor penting dalam menopang keberhasilan pertumbuhan ekonomi adalah kolaboratif, inklusif, progresif, dan berkelanjutan.
Inilah yang melatarbelakangi tema yang disampaikan FSI yang diangkat yakni “Reorientasi Sumber Daya di Era Disrupsi.” di Rapimkota Kadin Surakarta 2025.
Dalam ilmu kebijakan publik dan tata kelola pembangunan, terdapat konsep “intended consequences” atau dampak yang disadari dari implementasi kebijakan. Maka, reorientasi adalah kebijakan yang lahir dari evaluasi dampak yang terjadi. Pemerintah tentunya telah mengevaluasi capaian dalam satu dekade terakhir, terutama terkait apakah pertumbuhan utang pemerintah (lebih dari tiga kali lipat) selaras dengan capaian pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, di era kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, langkah mereorientasi program-program pemerintah agar kembali pada esensi dan tujuan utama, yaitu pertumbuhan ekonomi, merupakan kebijakan yang tepat.
Mengapa anggaran itu ada? kata FSI, Jawabannya adalah untuk pertumbuhan ekonomi.
“Kolaborasi antara Pemerintah Kota dan Kadin Surakarta diharapkan mampu menciptakan momentum ekonomi bagi daerah kita, di semua sektor dan skala usaha, baik UMKM maupun usaha berskala besar.” kata Ketum Kadin Solo.
Hal ini, masih menurutnya, harus menjadi refleksi bagi Kadin Surakarta sebagai induk organisasi dunia usaha yang memiliki posisi strategis dalam mengintervensi dunia usaha, khususnya dalam mengarahkan program dan kegiatan kedepan agar fokus utama tetap pada pertumbuhan ekonomi inklusif berbasis daerah.
Terutama yang berkaitan dengan belanja pemerintah (government spending), seperti program pembangunan, pemanfaatan aset daerah, penyelenggaraan kegiatan kebudayaan, pariwisata, event, MICE, dan sebagainya, yang harus diorientasikan sebesar-besarnya menggunakan sumber daya lokal.
Usulan Program Prioritas Kadin Surakarta 2025 : Membangun Ekosistem Sumber Daya Lokal
Pemberdayaan produk, entitas dan pelaku usaha lokal. Merumuskan Rumah Kurasi Terpadu: Kualitas & Daya Saing.
Kapasitas dan Produktivitas Daerah: Rantai Pasok & Kuantitas Produksi
Pemasaran, Distribusi, dan Akses Permodelan Kolaborasi dan Singkronisasi dengan Potensi Kawasan Solo Raya
Inovasi dan Optimalisasi Digital Terpadu
Usulan Program Prioritas Kadin Surakarta 2025 :
Perluasan Cakupan Solo Great Sale menjadi Solo Raya Great Sale.
Memperluas jangkauan pasar dan menarik lebih banyak wisatawan serta investor.
Meningkatkan partisipasi pelaku usaha diseluruh wilayah Solo Raya.
Mengintegrasikan sektor usaha dari berbagai daerah untuk peningkatan transaksi ekonomi.
Implementasi Aglomerasi Solo Raya
“Pada tanggal 03 Februari tahun 2025 kita telah berhasil mengintervensi momentum pentingya itu menyelenggarakan Kegiatan Rembug Jateng bersama Gubernur Terpilih, dimana substansi kegiatan tersebut adalah mengintegrasikan Kepentingan pengembangan Kawasan Solo Raya dengan arah kebijakan dan program PemProv Jawa Tengah, dimana sesuai dengan Peraturan UU Kepemerintahan bahwa Pemerintah Provinsi adalah wakil Pemerintah Pusat didaerah.” kata Ferri mantap.
Aglomerasi menekankan bahwa tata Kelola dalam membangun Kerjasama kolaborasi, sinkronisasi dan integrasi antar pemerintah daerah di Kawasan Solo Raya dengan Pemerintah Provinsi, serta keterlibatan dunia usaha dari berbagai sektor, jenis dan skala usaha, dapat berproses dengan mendorong tercipta Ekosistem Kawasan Dunia Usaha dengan Cakupan nilai ekonomi dan dampak yang lebih luas.
Sehingga bukan hanya capaian angka pertumbuhan yang tinggi, tetapi juga berdampak pemerataan pertumbuhan ekonomi.
“Harapan saya implementasi Aglomerasi Solo Raya akan mendapat perhatian dan dukungan PemerintahPusat melalui Pemprov Jawa Tengah.” katanya lagi.
Adapun Implementasi Aglomerasi Solo Raya dengan langkah-langkah tindak lanjut yang menyertai implementasi aglomerasi Solo Raya, adalah sebagai berikut,melalui Pengembangan Infrastruktur Terintegrasi:
Mempercepat pembangunan infrastruktur yang menghubungkan wilayah-wilayah di Solo Raya, seperti jalan tol, transportasi massal, dan fasilitas logistik, guna mempermudah arus barang dan jasa.
Penyelarasan Kebijakan Antar wilayah:
Mendorong harmonisasi regulasi dan perizinan antar daerah untuk memudahkan investasi dan operasional bisnis lintas wilayah.
Usulan Program Prioritas Kadin Surakarta 2025 :
Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi 8%
Pada akhirnya Aglomerasi Solo Raya menjadi jalan bagaimana mendorong momentum ekonomi didaerah kita, adalah hasil dari proses ekonomi yang berkualitas, progresif, dan inklusif yang sepenuhnya ditopang oleh Sumber Daya Lokal. “Itulah modal pokok yang harus pertama kita wujudkan bersama.” tegas FSI.
Agar memudahkan kerja bersama kita secara kolektif dan melibatkan semua pihak dalam mencapai target Pemerintah Pusat dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 8%. Seperti kita ketahui komponen pembentuk pertumbuhan ekonomi, Produk Domestik Bruto(PDB), yaitu Konsumsi(C), Investasi(I), Pengeluaran Pemerintah (G), dan Ekspor Neto (X-M).
Dengan menjalankan focus pada 3 program diatas maka akan mencipatkan dampak sebagai berikut:
Meningkatkan Konsumsi Rumah Tangga(C):
Mendorong daya beli masyarakat melalui program pemberdayaan UMKM, pelatihan keterampilan, dan penciptaan lapangan kerja baru. Selain itu, promosi produk lokal dan kampanye belanja dipasar tradisional dapat meningkatkan konsumsi domestik.
Mendorong Investasi (I):
Menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan penyederhanaan perizinan, insentif fiskal, dan pengembangan kawasan industri terpadu. Kerjasama dengan investorasing dan domestik perlu ditingkatkan untuk mempercepat aliran modal masuk.
Optimalisasi Pengeluaran Pemerintah(G):
Meskipun terdapat kebijakan efisiensi anggaran, pemerintah daerah dapat mengalokasikan belanja secara efektif pada sektor-sektor prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap perekonomian.
Meningkatkan Produktivitas Daerah(X-M):
Mendorong pelaku usaha untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, serta mencari pasar keluar daerah dan ekspor. Di sisi lain, substitusi impor dengan produk lokal perlu digalakkan untuk mengurangi defisit neraca perdagangan. (*/ian)