Pimred Radar Semarang dan Kadinas Pendidikan Prov Jateng Dilaporkan ke Polisi
JO, Semarang – Achmad Syailendra, wartawan tabloid Suksesi Group Jawa Pos yang saat ini sedang mengalami kesulitan, karena istrinya tengah menderita penyakit diabetes stadium tinggi, dan menurut diagnose dokter yang menanganinya, kaki istrinya harus diamputasi.
Karena tertekan dengan kondisi istrinya yang memburuk, dan juga tertekan karena menanggung biaya pengobatan serta perawatan yang tidak sedikit, maka istrinya yang tengah dirawat di rumah sakit itu, dibawa Pulang Paksa.
“Mau gimana lagi ? Saat ini tagihan sementara untuk beberapa hari saja sudah sebesar ini, belum lagi biaya untuk amputasi nantinya”, kata Syailendra sambil menunjukan tagihan dari rumah sakit.
Bingung memikirkan biaya rumah sakit dan kondisi istrinya, Syailendra kemudian mencari bantuan pada siapa saja yang dikenalnya, termasuk para pejabat di lingkungan Pemprov Jateng.
Mengingat sisi efisiensinya, diapun menggunakan media SMS untuk mendapatkan dukungan dari para pejabat yang sudah dikenalnya, dan inilah bunyi sms yang dikirimkannya :
“Salam hangat dari saya media SUKSESI Jawa Pos Group, terimakasih atas kerjasamanya selama ini, Sukses selalu buat Bapak. Selain hal diatas kami ingin merepoti bapak, karena istri saya masuk rumah sakit Pantiwilasa, Ruang Beta Kelas 3, sakit diabet stadium tinggi dan harus diamputasi. Kalau sekiranya berkenan, saya mohon dukungan bapak. Salam dari saya Syailendra SUKSESI Jawa Pos Group”.
Mujur Tak Dapat Diraih, Malang Tak Dapat Ditolak, pepatah itu agaknya sesuai dengan kondisi Syailendra saat itu. Sedemikian banyak sms yang dikirimkan pada pejabat di lingkungan Pemprov Jateng, tidak ada seorangpun yang menanggapi.
Bahkan ironisnya, pada Sabtu (10/3/2012) lalu, namanya muncul di Harian Radar Semarang yang dikaitkan dengan upaya penipuan, yang diberi judul “Mengaku Wartawan Coba Tipu Pejabat”.
Tentu saja Syailendra dan teman-teman yang bersimpati padanya jadi meradang, karena menilai wartawan Radar Semarang penulis berita tersebut semena-mena, tidak memenuhi Kode Etik Jurnalistik, Tidak Berimbang, dan Tidak melakukan Cross Check.
“Saya heran, kenapa wartawan dengan tulisan seperti itu bisa bekerja di Media Harian yang sangat besar”, kata Poltak Sinaga yang yang selama ini dikenal sebagai Redaktur, baik media harian maupun mingguan.
“Kalau dibilang mengaku wartawan, berarti saya bukan wartawan ? Saya mencoba menipu bagaimana, wong memang kondisi istri saya seperti yang dalam pesan pendeknya, toh saya minta dukungan hanya bila mereka berkenan. Sedangkan bila saya dibilang mencatut nama Jawa Pos, media saya memang tertulis SUKSESI Jawa Pos Geoup, bila belum tahu, pihak Radar Semarang seharusnya melakukan Cross Check”, kata Syailendra.
Merasa namanya telah dicemarkan melalui pemberitaan Radar Semarang, pada Rabu( 14/3/2012), Syailendra mendatangi Polrestabes Semarang untuk membuat laporan polisi.
Setidaknya ada tiga nama yang dilaporkannya, antara lain Ricky wartawan Radar Semarang sebagai Penulis Berita, Iskandar sebagai Pemimpin Redaksi Radar Semarang, dan Kunto Nugroho HP, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah, sebagai narasumber pemberitaan tersebut.
Syailendra Cs, ketika ditanya kenapa tidak menggunakan jalur Hak Jawab, menyatakan bahwa pemberitaan tersebut sudah bersifat justifikasi dan tidak mengindahkan asas praduga tak bersalah.
“Nama saya disebut jelas, dan seolah menjadi satu kesatuan dengan rangkaian upaya penipuan yang dilakukan oknum lain. Selain itu, pada hari Senin (12/3/2012) kemarin, Ricky ketika saya klarifikasi atas penulisan tersebut berbelit, dan berkilah bahwa berita tersebut urusan redaksi”, terang Syailendra.
Mengenai keterkaitan Kunto Nugroho HP Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jateng, turut serta dilaporkan, karena dalam pemberitaan tersebut sebagai narasumber yang menyebutkan nama Syailendra secara jelas.
“Seharusnya sebagai pejabat bisa ngemong, kalau tidak bisa atau tidak mau membantu, ya tidak perlu menyebarkan informasi yang bisa berakibat benturan seperti ini”, kata Andi SN yang juga ikut mendampingi Syailendra.
Sementara itu Yudha, yang juga salah seorang wartawan, mengatakan telah berupaya untuk menginformasikan pada Kunto Nugroho, saat usai mengikuti Rapat Paripurna, tapi tidak sempat bicara banyak, karena saat itu Kunto Nugroho terburu-buru meninggalkan area gefung DPRD Jateng.
“Tidak sempat bicara banyak, tapi menurut pak Kunto, dia tidak mengerti adanya masalah tersebut”, ujarnya. – bud