Yayat Supriatna: Gubernur Jakarta Adalah Gubernur yang Bermasalah

JO, Jakarta – Pemilihan Gubernur DKI Jakarta Juli mendatang menghasilkan enam pasangan kandidat. Beragam masalah di Ibukota pun menunggu siapa saja yang terpilih nanti. “Jadi pada dasarnya, setiap Gubernur Jakarta adalah ‘gubernur yang bermasalah,” kata Yayat  Supriatna.

Menurut Yayat, calon Gubernur DKI Jakarta yang maju ke Pilkada 11 Juli mendatang bisa dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, mereka yang sudah punya pengalaman di bidang birokrasi dan penataan kota, seperti Fauzi Bowo, Alex Noerdin, dan Joko Widodo. “Mereka pada dasarnya punya modal, karena pernah memimpin daerah, sebagai modal memimpin Jakarta,” papar pengamat tata kota ini.

Kedua, para akademisi yang umumnya punya konsep menarik, seperti Faisal Basri. Tetapi perlu dipertanyakan, apakah mereka bisa menghadapi persoalan birokrasi di lapangan. Ketiga, mereka yang mencoba-coba dengan pengalaman yang sangat minim, seperti Hendardji Supandji.

“Dari tiga kelompok tersebut, warga Jakarta bisa melihat apakah para kandidat punya kapasitas menghadapi situasi Jakarta. Pasalnya, Jakarta berbeda dengan daerah lain, dan masalah tidak bisa disimplifikasi,” kata Planolog Universitas Trisakti ini.

Pilkada Bukan Obat Generik
Pembangunan di Jakarta tidak bisa hanya melihat fisik semata, kata Yayat, sementara orang jarang melihat bahwa karakter masyarakat Jakarta sudah berubah. “Saat ini yang terjadi adalah disorganized structure. Para pemimpin sudah bingung bagaimana mengatur orang di Jakarta, karena semua norma, hukum, dan peraturan daerah banyak dilanggar,” ujarnya.

“Kita berharap ada figur dari para kandidat Gubernur yang bisa mewarnai dan memengaruhi warga Jakarta. Namun hati-hati dengan Pilkada. Jangan jadikan Pilkada sebagai obat generik terhadap semua permasalahan di Jakarta,” papar yayat. “Siapapun yang terpilih, tidak bisa mengatasi semua masalah, karena masalah Jakarta tidak bisa diselesaikan sendiri, tetapi terkait dengan kebijakan nasional atau daerah tetangganya.”

Kedua, jabatan masa gubernur yang cuma lima tahun, terlalu pendek untuk menuntaskan semua problem di Jakarta. “Apa yang bisa dilakukan seorang gubernur dalam lima tahun, karena ada masalah Jakarta yang baru bisa dituntaskan dalam 10-20 tahun, seperti banjir atau kemacetan. “Akan tetapi, orang Jakarta rata-rata adalah orang yang dalam kesulitan, jadi paling suka diberi janji-janji, walaupun janji itu tidak realistis,” kata Yayat.

Ketiga, perlu dilihat bahwa orang di Jakarta perlu didekati dengan proses dialog dan didengar aspirasinya. Tidak semua yang ditawarkan pemerintah adalah jawaban atas persoalan yang ada di Jakarta. – rco/ois