Sertifikasi Hak Milik Bangunan di Bantaran Sungai Tanggung Jawab BBWSBS
Bangunan megah yang berdiri di jalan A. Yani Kartasura, banyak yang bersertifikat
JATENGONLINE, SUKOHARJO – Marak berdiri bangunan di kawasan bantaran sungai, yang notabene adalah kawasan terlarang untuk berdirinya bangunan untuk usaha ataupun hunian. Namun demikian ada banyak bangunan yang berdiri di lahan yang harusnya dilarang itu justru telah menjadi milik perorangan dengan bukti sertifikat.
Bangunan tersebut menempati sempadan anak Sungai Bengawan Solo, atau di area sungai Mandungan tepatnya berada di Jalan Ahmad Yani, Kartasura, Sukoharjo.

Sementara Lurah Pabelan, Kartasura, Sukoharjo, Sri Handoko dan Camat Kartasura, Joko Miranto yang ditemui sebelumnya, terkait diterbitkannya sertifikat hak atas tanah dan bangunan permanen yang ada di sepanjang bantaran Sungai Mandungan, Pabelan, Kartasura itu, lebih jelasnya langsung ke Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo (BBWSBS).
Hal senada juga di sampaikan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sukoharjo, Tejo Suryono.
Dikatakannya, BBWSBS yang harusnya bertanggungjawab akan adanya banjir sekaligus adanya Pensertifikatan lahan tanah di bantaran Sungai Mandungan Pabelan, Kartasura, Sukoharjo.

“Silakan konfirmasikan ke BBWSBS!” tegas Tejo Suryono di sela acara Rapat Kerja Daerah (Rakerda) BPN se-Jawa Tengah di Solo baru-baru ini.
Kepada media, Tejo Suryono mengatakan, adanya bangunan liar apalagi di bantaran sungai belakangan disinyalir kuat penyebab terjadinya banjir.
Dan bangunan liar yang berdiri di bantaran sungai pun diduga menjadi penyebab banjir, terjadi musim penghujan belakangan ini, itu menjadi kewenangan dan merupakan tanggungjawab Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo.
Adanya sertifikat hak milik atas bangunan di bantaran sungai, menanggapi permasalahan ini, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sukoharjo, Tejo Suryono, terkait sertifikasi bangunan yang berdiri di sempadan sungai merupakan tanggung jawab BBWSBS.
“Terkait sumber daya air, dan tentunya itu sebagai barang milik negara berupa tanah, yang menjadi pengguna barangnya adalah Kementerian PUPR melalui BBWSBS kaitannya dengan sertifikasi,” terangnya.

Lebih lanjut di sampaikan, perihal adanya bangunan di bantaran sungai, itu bisa dilihat dari historis masa lalu. Termasuk adanya bangunan rel kereta api yang dibangun pada masa Paku Buwono X, yang pada akhirnya aset yang dikuasai milik PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Untuk bangunan yang berdiri di bantaran sungai harus dipastikan, berada di daerah aliran sungai atau tidak. Kalau benar menempati sepadan sungai, kemudian apakah sudah jadi asetnya Balai Besar Wilayah Sungai Bengawan Solo atau belum.
“Jika memang belum jadi asetnya, padahal bantaran sebetulnya tidak boleh atau dilarang didirikan bangunan,” tegas Tejo. (*/ray)