Aksi Dukung Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) Oleh Masyarakat Surakarta.

JATENGONLINE, JAKARTA –  Yayasan Kakak, FAKTA Indonesia bersama masyarakat Surakarta melakukan aksi dengan tujuan mengingatkan kembali kepada Pemerintah mengenai pentingnya pengenaan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) demi terlindunginya kesehatan Masyarakat Indonesia.

Kesehatan adalah hak atas hidup berdasarkan Pasal 28 H ayat (1), dan kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar manusia yang begitu pentingnya sehingga sering dikatakan bahwa kesehatan bukan segala-galanya, tetapi tanpa kesehatan segalanya tidak bermakna.

Kegiatan aksi hari ini diawali dengan berkumpulnya massa aksi di Car Free Day Surakarta tepatnya depan RS Kasih Ibu. Aksi diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, lalu peserta aksi berjalan menuju ke Loji Gandrung. Dalam perjalanan menuju Loji Gandrung massa aksi juga menyampaikan edukasi kepada masyarakat di Car Free Day Surakarta tentang bahaya MBDK bagi kesehatan kita dan juga dukungan terhadap diterapkannya Cukai MBDK segera.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2022, Penyakit Tidak Menular (PTM) membunuh 41 juta orang setiap tahunnya dan jumlah tersebut setara dengan 74% angka kematian secara global Setiap tahunnya, terdapat 17 juta orang yang meninggal dikarenakan PTM dan akibat penyakit diabetes 2 juta orang. Salah satu pemicu PTM adalah gaya hidup yang tidak sehat karena kurangnya konsumsi asupan bergizi dan mengkonsumsi sesuatu secara berlebihan seperti gula, garam dan lemak.

Salah satu sumber gula yang berbahaya ketika dikonsumsi berlebihan dan mudah dijangkau adalah Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

MBDK diproses cepat di tubuh menjadi lemak dan cadangan glukosa tubuh. MBDK tidak menyebabkan rasa kenyang sehingga tidak mengurangi asupan makanan lain untuk mengurangi total kalori yang dikonsumsi dari MBDK.

Menurut data Kementerian Perindustrian (2017), pertumbuhan produksi minuman ringan juga meningkat dua kali lipat pada periode 2005-2014. Hal ini sejalan dengan jumlah kasus obesitas dan penyakit tidak menular di Indonesia meningkat signifikan sepuluh tahun terakhir.

Saat ini, instrumen fiskal yang diyakini bisa menekan angka peningkatan tersebut adalah cukai yang berdampak ke kenaikan harga minuman berpemanis dalam kemasan. Kenaikan harga diharapkan akan mengubah pola konsumen atau mendorong industri reformulasi produk menjadi lebih rendah gula. Dalam jangka panjang, diharapkan akan bisa membiasakan masyarakat mengkonsumsiminuman yang lebih tidak manis.

Menurut survey advokasi yang dilakukan oleh FAKTA Indonesia dan Yayasan Kakak terhadap 48 orang dari 3 (tiga) kelurahan di Surakarta menunjukkan bahwa :

● 93,5% responden setuju atas pengenaan cukai MBDK.

● 89,2% responden setuju jika pengenaan cukai sebesar 20%

● 93,5% responden setuju jika anggaran yang terkumpul dari cukai MBDK dipergunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan

Sedangkan di Yogyakarta bekerjasam dengan Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan Universitas Gajahmada yang dilakukan terhadap 76 warga Yogyakarta dari 3 (tiga) kelurahan didapti hasilnya yaitu :

● 82,9% responden setuju atas pengenaa cukai MBDK.

● 82,9% responden setuju jika pengenaan cukai sebesar 20%

● 88,2% responden setuju jika anggaran yang terkumpul dari cukai MBDK dipergunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

Sedangkan untuk Jawa Barat FAKTA Indonesia melakukan survey advokasi terhadap 82 orang di 2 (dua) kelurahan dengan hasil :

● 82,9% responden setuju atas pengenaa cukai MBDK.

● 78% responden setuju jika pengenaan cukai sebesar 20%

● 91,5% responden setuju jika anggaran yang terkumpul dari cukai MBDK dipergunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

Pengenaan cukai MBDK sudah sangat mendesak untuk mendukung terwujudnya bonus demografi pada 2030 dan bahkan terwujudnya Generasi Emas pada 2045. Sebab fenomena bonus demografi san generasi emas tidak akan terwujud jika generasi mudanya sakit-sakitan, karena banyak mengkonsumsi rokok, dan juga minuman ber pemanis. Kedua komoditas itu sangat adiktif dan menjadi pemicu utama penyakit tidak menular.

Sebagai kesimpulan dari Ketua Umum FAKTA (Forum Warga Kota) Indonesia Ari Subagyo, menegaskan “2024 pengenaan cukai MBDK harus benar – benar diberlakukan jangan hanya janji”.

Adapun upaya yang tegas dimaksudkan untuk;

1. Mengurangi konsumsi produk MBDK sebagai upaya pengurangan risiko obesitas dan penyakit tidak menular, terutama diabetes.

2. Menjauhkan akses produk MBDK dari masyarakat, terutama kelompok anak dan remaja;

3. Mendorong sinkronisasi antar kementerian dan lembaga negara agar memiliki pemahaman yang sama terkait kebijakan cukai produk MBDK serta tujuan kesehatan masyarakat yang harus dilakukan oleh pemerintah.

4. Menerapkan kebijakan yang berkelanjutan untuk mengantisipasi pengaruh ketidakpastian politik dan intervensi industri produk MBDK.

5. Meningkatkan penerimaan negara lewat pungutan cukai produk MBDK yang dapat dialokasikan untuk program kesehatan lain yang mendukung pencegahan PTM, serta membantu meringankan beban biaya

Sedangkan di Yogyakarta bekerjasam dengan Pusat Perilaku dan Promosi Kesehatan Universitas Gajahmada yang dilakukan terhadap 76 warga Yogyakarta dari 3 (tiga) kelurahan didapti hasilnya yaitu :

● 82,9% responden setuju atas pengenaa cukai MBDK.

● 82,9% responden setuju jika pengenaan cukai sebesar 20%

● 88,2% responden setuju jika anggaran yang terkumpul dari cukai MBDK dipergunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

Sedangkan untuk Jawa Barat FAKTA Indonesia melakukan survey advokasi terhadap 82 orang di 2 (dua) kelurahan dengan hasil :

● 82,9% responden setuju atas pengenaa cukai MBDK.

● 78% responden setuju jika pengenaan cukai sebesar 20%

● 91,5% responden setuju jika anggaran yang terkumpul dari cukai MBDK dipergunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan.

Pengenaan cukai MBDK sudah sangat mendesak untuk mendukung terwujudnya bonus demografi pada 2030 dan bahkan terwujudnya Generasi Emas pada 2045. Sebab fenomena bonus demografi dan generasi emas tidak akan terwujud jika generasi mudanya sakit-sakitan, karena banyak mengkonsumsi rokok, dan juga minuman ber pemanis. Kedua komoditas itu sangat adiktif dan menjadi pemicu utama penyakit tidak menular. (*/ian) 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *