BRM.Dr Kusumo Putro : Solo Sebagai Kota Budaya
JATENGONLINE, SOLO – Kota Solo sebagai kota budaya di Indonesia, terlebih khususnya budaya Jawa, memiliki akar budaya yang tak bisa di lepaskan dari nilai nilai luhur dan perilaku masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi religius dan Budi Pekerti.
Culture perilaku masyarakat Jawa yang sangat kental tersebut, tentunya memiliki korelasi erat dengan kebijakan pembangunan yang ada di Kota Solo.
Apalagi sebagai Kota Budaya, Solo memiliki dua peninggalan sejarah peradaban bangsa terbesar di tanah jawa yakni, Keraton Mataram Islam Kasunanan dan Mangkunegaran.
“Keduanya adalah sumber akar budaya yang selama ini membentuk dan membangun karakter masyarakat Kota Solo.” ujar Kusumo Putro, Bakal Calon Wakil Walikota Solo dari PDI Perjuangan.
Dinamisasi peradaban dunia yang kian maju dan terus berkembang, lanjut Kusumo, menjadikan kota-kota di dunia mengalami metamorphosis peradaban, tak terkecuali Kota Solo.
Dari yang semula membangun kota hanya mengutamakan keselarasan dan estetika budaya, kini mulai terkikis kepentingan profit.
Begitupun dengan akar budaya yang ada di tengah masyarakat, sehingga lambat laun mereka juga turut menjauh dari karakter akar pembentuknya.
Gagasan visi budaya Pembangunan Kota Solo yang modern, berbudaya dan berkarakter, di sampaikan Bacalon Wawali Solo dari PDIP Dr. BRM Kusuma Putra, S.H,.M.H dalam berbagai kesempatan, termasuk pada paparannya di PMS beberapa waktu lalu, dan kali kesekian saat JO berkesempatan bertemu dengannya.
“Budaya dalam hal ini bukan seni dan tradisi, namun kearifan lokal yang telah berabad abad menjadi pembentuk karakter masyarakat dalam satu wilayah.” katanya mengawali perbincangan.
Kearifan lokal, menurutnya, mengajarkan masyarakat memahami nilai toleransi antara kebersamaan dan keberagaman ide maupun gagasan.
Sehingga perbedaan pandangan dalam kearifan tersebut bukan alat perpecahan, justru sarana untuk lebih mempersatukan. Sebab perbedaan dalam kearifan bukan pandangan yang buruk, melainkan pandangan baik untuk mencari yang terbaik.
“Untuk itulah jika ingin membangun sebuah kota berdasar budaya, kita harus memahami kultur masyarakat, kebutuhan masyarakat dan implikasi pembangunan pada masyarakat.” tegas Kusumo.
Pembangunan akan menjadikan sebuah kota maju dan modern, namun belum tentu pembangunan tersebut akan berdampak pada penguatan kearifan lokal masyarakat.
“Jika kita memahami betapa pentingnya nilai kearifan lokal di tengah masyarakat, maka kita akan berpikir bagaimana membangun sebuah kota modern yang berbudaya tanpa meninggalkan karakter asli masyarakatnya.” imbuh sosok peduli kebudayaan ini.
Kota modern dengan Polesan wajah asli budayanya, beserta perilaku masyarakat yang masih memegang teguh akar kearifan lokal yang di milikinya.
“Seperti itulah kota modern dan berbudaya,” Ketua Forum Budaya Mataram (FBM) sekaligus Dewan Pemerhati dan Penyelamat Seni Budaya Indonesia (DPPSBI) ini.
Sebagai ketua salah satu yayasan budaya yang salah satu tugas pokoknya adalah pelestarian budaya, Kusumo memahami betul, untuk mengemban visi membangun kota modern dan berbudaya, butuh pengalaman panjang di lapangan.
Melalui yayasan yang di embanya tersebut, Kusumo pun kerap menyelenggarakan diskusi bersama para pakar, terkait upaya pelestarian budaya dan nilai – nilainya.
Dari sisi ekonomi dan budaya, FBM juga pernah menggelar festival nasi liwet. Sedangkan pada upaya pelestarian, FBM juga kerap mengawal proses hukum oknum oknum perusak situs cagar budaya.
“Semangat mencintai dan rasa memiliki budaya harus dimiliki oleh seoramg pemimpin, agar dapat mensukseskan pembangunan kota yang modern dan berbudaya.” lanjutnya. Sebab tanpa proses panjang tersebut mustahil dapat mewujudkan misinya.
Lebih lanjut di uraikan Kusumo, bahwa visi pembangunan kota modern berbudaya tak bisa di gagas melalui wacana saja namun harus memahami betul seluruh akar budaya yang ada di tengah masyarakat.
“Salam Budaya! Adat – istiadat dan Kearifan Lokal Bangsa Indonesia tetap Lestari dan Abadi Selamanya,” Kusumo mengakhiri perbincangan. (*/ian)