Ramadan Menggembirakan di Masjid Tegalsari Laweyan, Masjid Swasta Pertama di Solo Dengan ‘Madhang ‘Gedhen’

JATENGONLINE, SOLO – Ramadhan memang bulan penuh kebaikan dan keberkahan, termasuk agenda ramadan tahun ini, yang terlihat berbeda dibanding tahun sebelumnya, beragam agenda kegiatan digelar untuk meningkatkan dakwah dan syiar.

Kegiatan berbuka bersama bertajuk madhang gedhen, yang diselenggarakan setiap hari Kamis malam Jumat berkah di Masjid Tegalsari Laweyan Solo.

Kegiatan ini murni swadaya dari panitia, pengurus masjid dan sumbangan amanah dari masyarakat, tanpa meminta. Termasuk halnya dalam renovasi dan membangun Masjid Tegarsari ini, menghindari minta-minta bantuan, karena sudah cukup mampu dalam melaksanakan kegiatan dan programnya.

Semaan Alquran satu hari satu juz

Di bulan Ramadan Masjid Tegalsari melakukan kegiatan sema’an, hafalan satu juz setiap harinya, dilanjut pembagian takjil untuk buka puasa, sholat maghrib berjamaah, diakhiri dengan madhang geden setiap hari Kamis dengan menu yang bergantian.

Namun sebenarnya tidak hanya di hari Kamis saja diadakan buka bersama, secara reguler nasi bungkus sejumlah kurang lebih 25O an. Tetapi di hari Kamis (13/3/2025) ini madhang gedhen dengan piringan disediakan 400 porsi.

Seperti diketahui jika Masjid Tegalsari merupakan masjid swasta tertua yang berada dikota Solo, dan menjadi salah satu kebanggaan masyarakat Muslim di Laweyan Surakarta.

HM. Al Amin

H. Muhammad Al Amin, Ketua Bidang Kemasjidan, Masjid Tegalsari yang juga mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surakarta mengatakan, jika dirinya selama ini merasa mendapat kemudahan dari Allah SWT untuk terus bisa berbuat yang bermanfaat bagi masyarakat. Bahkan selama menjadi anggota dewan, Amin terus aktif dalam kegiatan kemasjidan di Kampungnya Tegalsari, Kecamatan Laweyan, Surakarta.

Disampaikan Amin, Masjid Tegalsari ini merupakan salah satu kebanggaan masyarakat Kota Surakarta, karena masjid ini termasuk masjid kuno, masjid milik swasta tertua atau yang pertama di Surakarta.

“Disebut masjid swasta, karena tidak dibangun oleh pemerintah Belanda, maupun pemeritahan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat maupun Pura Mangkunegaran,” kenangnya,

Agenda kegiatan selama Ramadhan di Masjid Tegalsari

Masjid ini berdiri pada tahun 1928, lanjut Amin, yakni bersamaan dengan Sumpah Pemuda, dibuktikan ketika itu dengan pemancangan 4 sakaguru didalam masjid dan ini merupakan masjid swadaya, wakaf dari H. Sapawi dan dibangun oleh para pengusaha batik Laweyan.

“Masjid Tegalsari ini memiliki nilai historis yang cukup tinggi, masyarakat Solo berbondong-bondong kala itu tahun 70-an, ingin menyaksikan saat Mahgrib tiba dan waktu berbuka puasa dengan menyalakan sejenis meriam yang lebih dikenal dengan sebutan ‘Dhul’.

Dimana ‘Dhul’ ini, menurut Amin, pada tahun 1970-1980 di Solo yang dinyalakan sebagai tanda berbuka puasa hanya dilakukan oleh Masjid Agung di Solo sebelah timur dan Masjid Tegalsari berada disebelah barat.

Menu madhang gedhen, Kamis (13/3/2025), nasi rawon

Seiring perjalanan ‘dhul‘ sebagai tanda waktu berbuka puasa oleh pemerintah Kota Surakarta, diganti dengan bunyi sirine yang lokasinya di Taman Sriwedari. Sejak tahun 1985 ada kebijakan dari pemerintah pusat, mengenai Undang-undang Azas Tunggal, yaitu Pancasila.

Pada saat itu ada pengetatan penggunaan bahan peledak, sehingga secara berangsur-angsur menghilang dan sudah tidak ada lagi.

“Kini hanya tinggal kenangan” tutup Amin. (*/ian)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *