Siap Hadapi Terrible Two ‘Mengelola Emosi Balita Tantrum’

Bersama Elina Raharisti R, S.Psi., MA., Psikolog dan Doodle Exclusive Baby Care

JATENGONLINE, JAKARTA  Terrible two merupakan fase di mana si kecil mulai merasa dewasa dan melakukan beberapa hal yang membuat kita sebagai orangtua sedikit kewalahan dengan perilakunya seperti tantrum dan membantah misalnya. Lalu, apa yang harus dilakukan jika anak mengalami masa terrible two? Simak penjelasannya bersama Doodle Exclusive Baby Care berikut ini.

Dalam perbincangannya bersama Doodle Exclusive Baby Care, Elina Raharisti R, S.Psi., MA., Psikolog mengungkapkan bahwa terrible two itu merupakan perkembangan normal yang terjadi pada anak diatas diusia satu tahunan. Biasa dimunculkan pada usia 18 sampai 30 bulan, dan akan bertahan hingga usia 3 tahunan.

“Ciri dari terrible two ini dimunculkan dengan perilaku tantrum dimana seolah-olah menjadi tantangan orang tua yang kemudian anak menjadi penentang dan ada masa frustasi. Ketika anak membantah, melempar barang, menyubit, dan memukul adalah fase yang harus dilewati oleh masing-masing anak. Biasanya inilah yang akan menjadi tantangan emosional yang luar biasa untuk orang tua,”terangnya Wanita yang bekerja di Rumah Sakit Hermina Surakarta ini.

Ditambahkan lagi, jika pada intinya terrible two ini normal terjadi tetapi ada batasan-batasan yang perlu dilakukan. Hal ini dikatakan normal karena pada usia 1 hingga 3 tahun menyebutkan dengan usia golden age atau usia emas. Karena perkembangannya pesat-pesatnya secara signifikan anak mulai pesat dalam wujud berkembang baik itu fisik dan intelegent well.

“Perkembangan fisik, dimana anak akan menunjukan bagaimana mampu berjalan, memanjat teralis, naik turun tangga. Mulai muncul kemampuan berkomunikasinya, walaupun belum berkembang secara baik. Untuk itu, ketika anak ingin mengeksplor dirinya dalam menghadapi tantangan yang belum dicapai dengan optimal dan biasanya anak tidak mau dibantu, sehingga inilah yang menjadi tantangan orangtua,” katanya saat wawancara bersama Doodle.

Wanita yang berdomisili dikota Solo ini juga menuturkan pada intinya setiap anak akan mengalami terrible two, hanya saja intensitas berbeda-beda, mungkin dalam hal mengekpresikannya dalam bentuk tantrum yang berlebih atau rengekan yang tidak mudah diredakan. Inilah yang menjadi tantangan orangtua untuk menghadapi terrible two ini.

Terrible two mendapatkan anak menentang karena saat mengekplor dirinya dengan caranya sendiri, dan biasanya tidak mau dibantu. Hal yang perlu dilakukan orang tua saat menghadapi anak mengalami terrible two, mencuplik dari The American Academy of Pediatrics (AAP)  direkomendasikan :
Pertahankan jadwal makan dan tidur anak yang teratur. Karena biasanya ketika anak lapar, perilaku yang ditunjukkan akan mencari perhatian yang biasanya anak akan tantrum atau tidur ketika ngantuk reaksi anak.
Pujilah perilaku yang disetujui, dan abaikan perilaku yang ingin dihindari. Untuk menanamkan pada anak rasa percaya diri, kesadaran diri pada anak sehingga tidak akan mengulang perilaku jika diabaikan.
Jangan memukul dan cobalah tidak untuk berteriak
Arahkan dan alihkan perhatian jika bisa, supaya bisa menghindari perilaku-perilaku menentang dan tidak sesuai.
Berikan aturan-aturan yang sederhana dengan penjelasan yang singkat
Biarkan anak memiliki kendali, dengan menawarkan pilihan supaya anak bisa fokus dan bertanggung jawab akan pilihannya.
Jaga lingkungan rumah tetap aman, hindarkan dari benda-benda yang berbahaya, karena eksplor anak diusia ini luar biasa.
Jangan menyerah tetap tenang dan konsisten.

Wanita yang berprofesi sebagai seorang Psikolog ini menjelaskan ketika sebagai orangtua terlanjur berteriak atau marah hal-hal yang perlu dilakukan diantaranya yang pertama menjauhkan diri terlebih dahulu dan pastikan anak dalam pengawasan orang lain atau pada kondisi yang aman. Selanjutnya ibu harus menenangkan diri, apa betul reaksi teriak itu akibat perilaku anak sebagai pemicunya.

“Selain itu, lakukan engage management lakukan berlatih setiap harinya supaya bisa mengekspresikan emosi pada sesuatu yang tepat dengan energi yang tepat. Supaya energi tidak keluar percuma karena belum tentu perilaku anak yang menjadi pemicu marah kita. Bagaimana caranya engage management lakukan instropeksi diri pemicu marah sebenarnya siapa? Serta jangan lupa meminta maaf kepada anak, jelaskan kepada anak mengapa kita melakukan jaga jarak setelah marah disertai dengan sentuhan berupa pelukan,”ungkap wanita yang disapa dengan panggilan Elina ini.

Diungkapkan lagi, saat anak mengalami terrible two sudah pada fase memukul dan mencubit bahkan melukai, sebagai orangtua harus menanamkan conscious parenting atau pola asuh kesadaran, disini membiasakan diri mengenali wujud perilaku yang dimunculkan anak ketika fase-fase terrible two. Wujud perilaku salah satunya jika perilaku rewel, biarkan anak mengekspesikan bentuk rengekan yang masih sederhana yang tidak menimbulkan bahaya lain disekitarnya biarkan anak tuntas mengekspresikannya sehingga reda dengan sendirinya.

“Wujud perilaku lainnya adalah bentuk emosi yang tidak menyakiti, dampingi anak secara pasif biarkan meluapkan yang anak rasakan dan pastikan anak menuntaskan emosinya dengan sendirinya akan reda. Jangan sampai ada statement anak laki-laki kok cengeng. Tetapi ketika dijumpai perilaku yang tidak aman misalnya memukul, melempar barang yang diselamatkan korban yang ada disekitar. Jika anak mewujudkan anak dalam bentuk sehingga tidak aman damping sampai tuntas emosinya. Perhatikan hal ini ajarkan regulasi emosinya,” tandasnya.

Diakhir wawancaranya, Elina Raharisti R, S.Psi., MA., Psikolog berpesan bahwa terrible two merupakan perkembangan yang normal yang terjadi untuk anak usia diatas 1 tahun dan akan mereda pada usia 3 tahun. Terrible two didapati dengan perilaku menentang, tantrum, dan cenderung melawan atau tidak patuh hal ini dikarenakan ada perkembangan fisik intelegency serta emosional secara pesat dan terkadang anak tidak mau dibantu. Karena anak merasa memiliki suatu kemampuan untuk memamerkan secara fisik maupun untuk mengekplorasi dirinya karena ingin mengenal lingkungan dengan caranya sendiri sehingga anak mudah frustasi. Untuk melakukan hal-hal belum mampu membuat anak karena jengkel menyebabkan anak marah. Inilah yang menjadi tantangan untuk orangtua, Apa yang harus dilakukan?
Tenangkan diri terlebih dahulu ketika menghadapi anak, lakukan instropeksi diri lakukan conscious parenting, dan timbanglah engage management latih dan latihlah secara terus menerus. Lakukan hal-hal yang bersifat positif. (*) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *